Senin, 14 November 2016

RESENSI BUKU "40 SENI MANAJEMEN KELAS: Aneka Permainan Sederhana untuk Mengontrol Kelas"



ANEKA PERMAINAN MENARIK UNTUK MENGONTROL KELAS



Judul buku      : 40 SENI MANAJEMEN KELAS: Aneka Permainan Sederhana untuk Mengontrol Kelas
Penulis             : Lubis Grafura, Ari Wijayanti, dan Endah Armi
Penerbit           : Ar-Ruzz Media, Yogyakarta
Tebal               : 236 halaman
Tahun terbit     : 2016
ISBN               : 978-602-313-054-2
Harga              : Rp45.000,00

            Salah satu faktor yang memengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas adalah faktor kondisi kelas. Dalam sebuah kelas tentu terdiri dari sejumlah murid dengan karakter dan tingkat kecerdasan yang berbeda. Respon murid saat proses pembelajaran berlangsung juga berbeda, ada yang bersikap tenang, ada pula yang tidak tenang, mudah bosan, mengantuk, dan lain-lain. Kondisi tersebut perlu mendapat perhatian dari guru. Apabila dibiarkan, tentu akan dapat mengganggu kelancaran proses pembelajaran, seperti tidak tersampaikannya materi pelajaran dengan baik. Maka dari itu, guru mempunyai peran strategis dalam menciptakan suasana kondusif selama pembelajaran di kelas. Peran strategis guru tersebut diwujudkan dengan seni manajemen kelas. Manajemen kelas merupakan  salah satu cara untuk mengatur bagaimana kelas dapat berjalan sesuai harapan.
Melalui buku ini, penulis menyampaikan empat puluh metode yang dapat digunakan guru untuk memanajemen kelas. Masing-masing metode diberikan penjelasan dengan rinci bagaimana pelaksanaan dan manfaat yang akan didapatkan. Artikel dalam buku ini memiliki lima sampai enam bagian. Bagian pertama adalah judul. Bagian kedua adalah kutipan kalimat dari buku agar memberikan inspirasi guru dalam melakukan pembelajaran. Bagian ketiga adalah Tabel Spesifikasi yang berisi rekomendasi ruangan, jumlah murid, waktu, tingkatan, dan pembelajaran. Bagian keempat adalah prosedur. Bagian kelima dan keenam adalah rekomendasi bacaan dan artikel terkait.
Pada bagian Tabel Spesifikasi, guru diberikan rekomendasi untuk memulai permainan. Ada sejumlah permainan yang bisa dilaksanakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Begitu pula dengan permainan yang cocok untuk tingkatan SD/SMP/SMA, jumlah murid besar dan kecilnya serta permainan baik yang dilakukan pada saat pagi, siang, maupun sore bisa ditemukan pada tabel tersebut. Pembelajaran dalam Tabel Spesifikasi terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, memulai materi baru. Itu berarti permainan ini sangat cocok untuk memulai atau mengawali materi baru. Kedua, mengulang materi. Hal tersebut berarti permainan ini sangat direkomendasikan untuk mengulang materi yang sudah diajarkan sebelumnya. Terakhir, peregangan. Permainan ini hanya untuk mengisi celah-celah pembelajaran agar tidak membosankan.
Dari sisi kualitas, buku ini memberikan banyak manfaat bagi pembaca, terutama bagi seorang guru untuk membawa suasana kelas lebih bersemangat dan antusias, namun tetap fokus pada pelajaran. Buku ini juga memiliki kelebihan yaitu dalam membaca buku ini tidak harus dari urutan halaman pertama. Artinya, buku ini bisa dibaca dari arah mana saja. Bisa dari awal, langsung pada bagian akhir, pada bagian tengah, atau meloncat-loncat. Juga tidak menutup kemungkinan untuk dibaca secara berurutan. Pembaca bisa memilih permainan mana yang dikehendaki melalui daftar isi. Nama-nama permainan dalam buku ini juga sangat menarik, seperti Lempar Takdir, Lima Menit Aku Lima Menit Kamu, Raja Tirani, Milionaire, dan masih banyak lagi. Selain itu, kelebihan lain buku ini adalah dilengkapi petunjuk penggunaan buku dan indeks. Adanya petunjuk penggunaan buku tentu memudahkan pembaca dalam memahami isi buku. Indeks yang terdapat dalam buku ini juga memudahkan pembaca dalam mencari keterangan di dalam buku.
Namun, buku ini juga tidak luput dari kekurangan. Setiap metode dalam buku ini disertai foto (gambar) yang memberikan gambaran bagaimana pelaksanaan metode tersebut di dalam kelas, namun gambar yang ditampilkan kurang menarik karena hanya berwarna hitam putih dan kurang jelas. Selain itu, diantara empat puluh nama metode atau permainan terdapat dua nama yang sama, yaitu permainan nomor 18 dan 39 memiliki nama Kata-kata Bijaksana. Hal ini mengakibatkan pembaca merasa kebingungan, karena kedua permainan tersebut memiliki prosedur dan spesifikasi yang berbeda tetapi memiliki nama yang sama.
Kesimpulannya, buku ini sangat layak dibeli dan dibaca, terutama bagi para pendidik atau guru karena banyak manfaat yang terdapat dalam buku ini. Hanya ada sedikit kekurangan yang dapat segera diperbaiki penulis. Buku ini sangat berguna bagi guru dalam mewujudkan kelas yang selalu dinantikan oleh siswa. Permainan-permainan di dalamnya patut menjadi referensi bagi guru untuk membuat murid tidak hanya diam di tempat duduknya, namun membuat mereka bersemangat, tertawa, dan pada akhirnya merenungi apa yang mereka pelajari.

Rabu, 09 November 2016

KONGRES SASTRA JAWA IV SEBAGAI AJANG PELESTARIAN SASTRA JAWA DAN MENINGKATKAN CITRA UNNES





SEMARANG-Kongres Sastra Jawa IV dengan tema “Mbangun Regenerasi Sastra(wan) Jawa” diselenggarakan di Kampung Budaya, Universitas Negeri Semarang.  Kongres ini berlangsung selama dua hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 4-5 November 2016. Pada Jumat pagi (4/11), Kongres Sastra Jawa IV resmi dibuka oleh Rektor Unnes, Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. Acara yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali ini menghadirkan banyak pembicara luar biasa, mulai dari guru, dosen, sastrawan, kepala balai bahasa, peneliti sastra, dalang, anggota DPR-RI, hingga bupati. Sekitar 150 peserta yang berasal dari berbagai kalangan dan daerah  hadir mengikuti rangkaian acara kongres ini.

Pada hari pertama, berlangsung dua sesi acara seminar dengan pembicara dan pembahasan beragam. Salah satunya adalah Widodo, dosen Unnes yang membahas mengenai sastra piwulang Jawa. Dalam pemaparannya,Widodo menyampaikan bahwa ilmu filologi merupakan dasar teori dalam meneliti sastra piwulang sebagai jawaban untuk menyajikan teks secara sahih, agar dapat dibaca oleh orang awam (di luar sastra Jawa). Sesi kedua berakhir pada pukul 16.00 WIB. Pada malam harinya, dilanjutkan dengan acara bedah karya dan pentas apresiasi sastra-seni “Katur Suparto Brata” hingga pukul 22.00 WIB.

Pada hari kedua, Sabtu (5/11) di tempat yang sama, berlangsung acara seminar yang dibagi menjadi tiga sesi dari pukul 09.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Pada hari kedua ini, kongres kian meriah dan peserta kian bergairah. Kehadiran Ki Enthus Susmono, dalang sekaligus Bupati Tegal sebagai salah satu pembicara, menambah antusias peserta. 

“Mulai sekarang, ambisi-ambisi pribadi mari kita satukan. Singkirkan penyumbatan-penyumbatan kreativitas”, ujar Ki Enthus.

            Bandung Mawardi, kritikus sastra dan pengelola Jagad Abjad Solo, membuat para peserta berdecak kagum dan penasaran. Pasalnya, ia mengungkapkan bahwa ia telah mengoleksi ribuan buku jawa lawas sejak SMA. Buku jawa dari ratusan tahun lalu pun ia miliki. Di kongres ini, ia membawa beberapa buku koleksinya. Salah satunya adalah kamus Jawa-Belanda tahun 1901 yang akhirnya dibeli oleh Ki Enthus jutaan rupiah. 

            “Buku-buku ini sebagai penghormatan saya terhadap budaya Jawa”, tutur Bandung.

            Rangkaian acara Kongres Sastra Jawa IV diakhiri dengan peluncuran buku sastra dan buku ilmiah Kongres Sastra Jawa IV, pentas dan apresiasi, sekaligus penutupan pada Sabtu malam (5/11).

            Menurut keterangan salah satu pantia, Sungging Widagdo, awal mula diselenggarakannya Kongres Sastra Jawa adalah sebagai kongres tandingan dari Kongres Bahasa Jawa. Bahkan, salah satu pembicara dalam Kongres Sastra Jawa IV yaitu Bonari Nabonenar, pada September 2006 pernah dicekal dalam Kongres Bahasa Jawa IV karena sebelumnya ikut meramaikan Kongres Sastra Jawa II. Yunan Hadi (84), yang diduga adalah peserta Kongres Sastra Jawa tertua di dunia, juga sempat menyampaikan argumennya mengenai perbandingan Kongres Sastra Jawa dengan Kongres Bahasa Jawa dengan sangat menggebu-gebu karena ia telah mengikuti kongres bahasa maupun sastra jawa sejak dulu.

            Sungging juga menyatakan bahwa Kongres Sastra Jawa IV ini diselenggarakan oleh OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa) yang didukung oleh Balai Bahasa sebagai ajang sosialisasi pelestarian sastra Jawa. Ia berharap kongres ini juga dapat meningkatkan citra Unnes sebagai kampus berwawasan konservasi. (Khoeriyatun)




Bonari Nabonenar dalam Kongres Sastra Jawa IV



Bonari Nabonenar merupakan salah satu pembicara dalam Kongres Sastra Jawa IV di Universitas Negeri Semarang yang diselenggarakan pada 4-5 November 2016. Ia lahir di Trenggalek tahun 1964. Ia merupakan pengelola sastrajawa.co dan grup FB Sastra Jawa Gagrag Anyar, sekaligus sekertaris OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa).

Seusai acara seminar sesi I pada hari kedua KSJ IV, Sabtu (5/11) pukul 12.15 WIB, Bonari berhasil diwawancarai. Berikut ini adalah wawancara dengan Bonari Nabonenar dalam Kongres Sastra Jawa IV di Kampung Budaya Unnes.

1.   " Bapak merupakan pengelola laman sastrajawa.co, bagaimana awalnya sehingga Bapak terpikirkan menggunakan media internet dalam menyebarluaskan bahasa Jawa?"
Pada awalnya merupakan rekomendasi Kongres Sastra Jawa untuk mengembangkan dan menyiarkan sastra Jawa secara lebih luas dan media yang paling efektif untuk memperluas persebarannya yaitu internet. Maka, dibuatlah website atau laman sastrajawa.co setelah KSJ ketiga di Bojonegoro. Sempat beberapa saat tidak aktif sampai mati tetapi menjelang KSJ ini ada tekad untuk untuk menjaga dan merawat laman itu.

2.   "Tadi saya sempat membuka sastrajawa.co, isinya adalah artikel-artikel. Apakah tidak terpikirkan untuk memuat karya lain seperti geguritan? Tadi Bapak juga mengajak untuk sama-sama menulis di laman tersebut, tapi bagaimana caranya?"
Caranya dengan menulis bahasa Jawa kemudian dikirim ke e-mail nabonenar@gmail.com atau kongres.jowo@gmail.com, yang mengelola adalah saya dan mas Dhoni (ketua panitia KSJ IV). Yang dimuat ada artikel, crito cerkak atau cerpen, geguritan atau puisi, mengirimkan foto pun bisa. Misalnya ada foto kegiatan penting atau acara-acara yang berbau sastra dan budaya Jawa kemudian diberi keterangan itu bisa kami muat di laman tersebut. 

3.   " Dalam pengelolaannya apa yang menjadi halangan atau kesulitan yang dihadapi?"
Karena itu bukan perkerjaan profesional, dalam arti tidak mendapat bayaran dan hanya dilakukan di waktu senggang, kemudian sosialisasinya selama ini kurang. Teman-teman sesama pengarang sastra Jawa pun belum menyadari pentingnya media itu. Sebagian dari mereka merasa bahwa ketika dia menulis, dimuat di media masa, kemudian dapat honor, ya sudah selesai. Selama ini memang kita belum memberikan kontribusi dalam bentuk honor, tapi kita bisa ikut membantu menyiarkan atau memberitakan, misalnya ada buku baru lalu kedepannya kita akan ada resensi-resensi buku dan membantu pembaca untuk memilih buku sastra Jawa.

4.  "Bagaimana apresiasi masyarakat dengan laman tersebut?"
Apresiasi masyarakat belum terlalu, karena masih belum popular dan unggahannya pun frekuensinya masih jarang. Tapi kita akan bangun terus. Suatu saat tidak tertutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan industri. Beberapa minggu lalu, Saya main ke Yogya ke butik atau semacamnya itu. Di sana menjual kaos dengan ungkapan Jawa, idiom-idiom Jawa seperti “eling tanggane, eling sedulure, eling omahe”, “mangkat slamet mulih slamet”. Itu idiom-idiom yang ditampilkan dan Yogya memang tempat budaya seperti itu. Dan kami akan ikut mempromosikan dan menjual.

5.   " Selain di media sosial, apa media lain yang digunakan? Media cetak misalnya?"
Kami tidak menggunakan media cetak, justru kita akan membantu media cetak untuk mempublikasikan terbitan mereka. 

6.   "Sejauh ini, karya sastra atau buku apa yang sudah bapak ciptakan?"
Dalam bentuk buku yang berbahasa Jawa, saya belum. Tapi yang berbahasa Indonesia saya sudah punya tiga buku, satu buku cerpen dan satu buku novelet.

7.    "Bagaimana proses kreatif Bapak dalam menciptakan karya sastra?"
Banyak hal, sebetulnya itu seperti kita bercerita dengan teman di suatu tempat, kita membaca situasi, kita melihat kejadian, kemudian menginspirasi kita untuk bercerita melalui sastra, tak berbeda dengan jurnalis yang melaporkan dengan hal-hal yang aktual dengan data-datanya dan dalam sastra kita menyampaikan ide. Jadi, pesannya yang disampaikan.

8.    "Jika dilihat, anak muda zaman sekarang senang menikmati pertujukan seperti ketopak, wayang, tetapi tidak mengetahui ceritanya. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal tersebut berkaitan dengan perkembangan sastra lisan yang lebih maju daripada sastra tulis?"
Penguasaan terhadap bahasa Jawa sekarang sudah di ambang titik terendah. Bahkan saya berpikir lebih banyak dengan bahasa Indonesia. Secara tidak sadar, kita berpikir menejerjemahkan menggunakan bahasa Indonesia dulu sebelum diucapkan menggunakan bahasa Jawa. Inilah yang membuat orang tidak lancar dalam menggunakan bahasa Jawa karena harus berpikir dulu. Itulah yang menjadikan kaum muda hanya mengapresiasi saja.
Kita dibentuk globalisasi yang memiliki mekanisme untuk membentuk selera kita. Contoh saja, Anda suka makan burger atau pizza. Itu bukan karena enak di lidah Anda tetapi mungkin karena gengsi dan merasa gaul kalau makan makanan itu.

9.   " Apa harapan bapak untuk generasi muda agar mengenal budayanya?"
Harus rajin-rajin berguru, menggali sendiri melalui wadah-wadah, misalnya bergabung dengan sanggar. Yang penting ada kesadaran untuk mengenali diri berikut sejarah kita, mbah-mbah dulu kita seperti apa, gaya hidup mereka, prinsip-prinsip pandangan hidup mereka seperti apa. Itu yang haru kita kenali. Jangan mendadak menjadi orang baru dengan semua asupan baru tanpa ada latar belakang. Itu yang disebut orang yang sudah terserap akar budayanya.

10.  "Bagaimana tanggapan Bapak mengenai pendapat “Menghidupi keluarga dengan kata-kata” yang disampaikan Pak Bandung sebagai pembicara tadi? Apakah seorang sastrawan harus mengabdikan seumur hidupnya untuk karya sastra?"
Itu namanya kredo atau semboyan. Itu bagus untuk menyemangati kita. Kita tidak harus seperti itu, tetapi kita bisa memiliki prinsip tersendiri yang pas atau cocok dengan kita untuk semangat kita. Kredo itu punya potensi atau kekuatan. Misalnya saja motivator itu menjadi penyemangat ketika kita pegang kata-katanya dan bahkan kata-katanya dapat menjadi pengingat. Seharusnya setiap orang memiliki kredo, tetapi tidak harus persis seperti itu. Jadi, disesuaikan dengan dirinya masing-masing.

Foto bersama Bonari Nabonenar seusai wawancara

Jumat, 26 Agustus 2016

UH..

Uh..
Aku luluh
Hati ini berlabuh
Padamu yang angkuh

Uh..
Jangan kau sentuh
Jiwaku yang rapuh
Perasaanku gaduh
Aku takut jatuh

Uh..
Aku merasa lumpuh
Saat aku butuh
Namun kau jauh

Uh..
Jangan biarkan bunga di hati ini tumbuh
Namun akhirnya membunuh
Ajarkan saja aku untuk tetap teguh
Jangan sampai runtuh
Sebab pesonamu ampuh



(Ditulis dalam keadaan haus)

JATUH-HATI

Jatuh cinta
Patah hati
Jatuh lagi
Patah lagi
Jatuh-patah
Patah-Jatuh
Jatuh sejatuh-jatuhnya
Patah sepatah-patahnya
Begitu seterusnya
Parahnya
Aku merasakannya karena orang yang sama



(Ditulis dalam keadaan lapar)





Senin, 25 Juli 2016

PENULIS ADALAH PENGAMAT YANG BAIK DAN KREATOR IDE



Menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Dalam pengertian lain, menulis merupakan proses mengamati, berpikir, mencipta, berefleksi, dan kemudian menuliskannya. Jika kita memikirkan arti “penulis”, maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah seseorang yang melakukan aktivitas menulis, seperti memenuhi halaman demi halaman dengan rangkaian kata, menyunting paragraf, dan mengoreksi kata dengan penuh kehati-hatian. Namun, sesungguhnya arti penulis lebih dari itu. Penulis juga melakukan proses menggabungkan proses kreatif ke dalam kehidupan dan memperkuat kesadaran akan dunia sekitar. 

Penulis yang baik tidak pernah mengabaikan apa pun yang ditemuinya. Penulis selalu jeli mengamati apa pun yang ditangkap oleh pancaindra dan perasaan. Dalam memperkaya tulisannya, penulis yang baik menggunakan semua pancaindra. Pengamatan visual hanyalah salah satunya. Dengan mengedepankan pengamatan melalui observasi lapangan, secara tak sadar seorang penulis akan bisa menangkap momen menarik. Penulis mendapatkan inspirasi menulisnya dari mana saja dan kapan saja. Yang terpenting adalah kepekaannya terhadap lingkungan di sekitar. Penulis beranggapan bahwa tidak ada benda yang biasa dan setiap benda punya cerita yang bisa menjadi modal tulisannya. Bahkan, penulis Dee Lestari mampu mengungkapkan rangkaian kalimat cerita hanya dari melihat kertas tisu dalam sekejap. Kejelian dan kepekaan membuat seorang penulis mampu menulis sesuatu dengan detail dan terhindar dari bias atau penyimpangan.

Penulis Jamaica Kincaid mengatakan bahwa ia selalu menulis dalam pikirannya, terutama pada saat ia sedang berkebun. Jadi, ketika ia memegang pena dan kertas, ia telah merevisi berulangkali naskah tulisannya di dalam pikiran (Caryn: 2003, 30). Apa yang dilakukan Jamaica Kincaid tak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Agus Noor dengan cerpen-cerpennya. Jauh sebelum cerpen itu ditulis, Agus Noor memiliki kebiasaan menceritakan ceritanya pada seseorang tanpa terlebih ia memberi tahu bahwa yang ia ceritakan hanyalah kisah fiksi dari cerpen yang hendak ia tulis. Akibatnya, banyak teman-teman Agus Noor terkecoh karena mengira apa yang mereka dengar adalah kisah nyata yang ditemui Agus Noor dalam hidupnya.

Kemampuan yang dimiliki penulis untuk mengungkapkan berbagai aspek kehidupan menjadikannya kritis terhadap segala kondisi. Dengan kemampuan mengkritisi kondisi tersebut, maka penulis mampu mengembangkan dan mengkreasikan berbagai ide untuk menghadapi kondisi tersebut. Para penulis kerap berargumen, bahwa tak ada satu pun kondisi yang sungguh-sungguh bisa dijadikan alasan agar tidak menulis. Karena menulis bisa dilakukan dalam dan dengan kondisi apa pun.

Penting bagi penulis untuk menyadari semua hal di sekitar. Membayangkan mata sebagai kamera bioskop, pertama-tama mengambil pemandangan besar, lalu memfokuskan pada orang, objek-objek, gerakan-gerakan dan percakapan-percakapan. Kemudian menguraikan cerita dengan kalimat-kalimat tentang fakta-fakta yang tertangkap oleh indera. Penulis yang baik selalu memperhatikan dengan saksama, menyimak baik-baik, dan merasakan semua hal yang terjadi di mana saja dan setiap waktu. Semakin banyak memperhatikan sekitar, apa yang dilihat, didengar, disentuh, dikecap, dicium, maka semakin banyak yang dapat diambil dari pengamatan itu untuk membuat tulisan terasa segar (Caryn, 2003: 33-34).

Menulis bagaikan bercocok tanam di kebun. Penulis tidak punya bekal apa-apa, kecuali benih-benih gagasan dan keteguhan hati untuk menumbuhkan sesuatu. Dengan memelihara apa yang berkembang, menyiangi yang tidak diperlukan, dan akhirnya jerih payah akan berbuah. Penulis harus mempercayai prosesnya. Pengalaman menamatkan sebuah karya adalah hadiah terbesar bagi penulis.



DAFTAR PUSTAKA
Mirriam-Goldberg, Caryn. 2003. Daripada Bete Nulis Aja!: Panduan Nulis Asyik di Mana Saja, Kapan Saja, Jadi Penulis Beken pun Bisa!. Bandung: Kaifa.