Menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan
perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Dalam pengertian lain,
menulis merupakan proses mengamati, berpikir, mencipta, berefleksi, dan
kemudian menuliskannya. Jika kita memikirkan arti “penulis”, maka yang
terbayang dalam pikiran kita adalah seseorang yang melakukan aktivitas menulis,
seperti memenuhi halaman demi halaman dengan rangkaian kata, menyunting
paragraf, dan mengoreksi kata dengan penuh kehati-hatian. Namun, sesungguhnya
arti penulis lebih dari itu. Penulis juga melakukan proses menggabungkan proses
kreatif ke dalam kehidupan dan memperkuat kesadaran akan dunia sekitar.
Penulis yang baik tidak pernah mengabaikan apa pun yang
ditemuinya. Penulis selalu jeli mengamati apa pun yang ditangkap oleh
pancaindra dan perasaan. Dalam memperkaya tulisannya, penulis yang baik
menggunakan semua pancaindra. Pengamatan visual hanyalah salah satunya. Dengan
mengedepankan pengamatan melalui observasi lapangan, secara tak sadar seorang penulis
akan bisa menangkap momen menarik. Penulis mendapatkan inspirasi menulisnya
dari mana saja dan kapan saja. Yang terpenting adalah kepekaannya terhadap
lingkungan di sekitar. Penulis beranggapan bahwa tidak ada benda yang biasa dan
setiap benda punya cerita yang bisa menjadi modal tulisannya. Bahkan, penulis
Dee Lestari mampu mengungkapkan rangkaian kalimat cerita hanya dari melihat
kertas tisu dalam sekejap. Kejelian dan kepekaan membuat seorang penulis mampu
menulis sesuatu dengan detail dan terhindar dari bias atau penyimpangan.
Penulis Jamaica Kincaid mengatakan bahwa ia selalu menulis dalam
pikirannya, terutama pada saat ia sedang berkebun. Jadi, ketika ia memegang
pena dan kertas, ia telah merevisi berulangkali naskah tulisannya di dalam pikiran
(Caryn: 2003, 30). Apa yang dilakukan Jamaica Kincaid tak berbeda dengan apa
yang dilakukan oleh Agus Noor dengan cerpen-cerpennya. Jauh sebelum cerpen itu
ditulis, Agus Noor memiliki kebiasaan menceritakan ceritanya pada seseorang
tanpa terlebih ia memberi tahu bahwa yang ia ceritakan hanyalah kisah fiksi
dari cerpen yang hendak ia tulis. Akibatnya, banyak teman-teman Agus Noor
terkecoh karena mengira apa yang mereka dengar adalah kisah nyata yang ditemui
Agus Noor dalam hidupnya.
Kemampuan yang dimiliki penulis untuk mengungkapkan berbagai aspek
kehidupan menjadikannya kritis terhadap segala kondisi. Dengan kemampuan mengkritisi
kondisi tersebut, maka penulis mampu mengembangkan dan mengkreasikan berbagai
ide untuk menghadapi kondisi tersebut. Para penulis kerap berargumen, bahwa tak
ada satu pun kondisi yang sungguh-sungguh bisa dijadikan alasan agar tidak
menulis. Karena menulis bisa dilakukan dalam dan dengan kondisi apa pun.
Penting bagi penulis untuk menyadari semua hal di sekitar. Membayangkan
mata sebagai kamera bioskop, pertama-tama mengambil pemandangan besar, lalu memfokuskan
pada orang, objek-objek, gerakan-gerakan dan percakapan-percakapan. Kemudian menguraikan
cerita dengan kalimat-kalimat tentang fakta-fakta yang tertangkap oleh indera. Penulis
yang baik selalu memperhatikan dengan saksama, menyimak baik-baik, dan
merasakan semua hal yang terjadi di mana saja dan setiap waktu. Semakin banyak
memperhatikan sekitar, apa yang dilihat, didengar, disentuh, dikecap, dicium,
maka semakin banyak yang dapat diambil dari pengamatan itu untuk membuat
tulisan terasa segar (Caryn, 2003: 33-34).
Menulis bagaikan bercocok tanam di kebun. Penulis tidak punya
bekal apa-apa, kecuali benih-benih gagasan dan keteguhan hati untuk menumbuhkan
sesuatu. Dengan memelihara apa yang berkembang, menyiangi yang tidak
diperlukan, dan akhirnya jerih payah akan berbuah. Penulis harus mempercayai
prosesnya. Pengalaman menamatkan sebuah karya adalah hadiah terbesar bagi
penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Mirriam-Goldberg, Caryn. 2003. Daripada Bete Nulis Aja!: Panduan
Nulis Asyik di Mana Saja, Kapan Saja, Jadi Penulis Beken pun Bisa!. Bandung: Kaifa.