Senin, 25 Juli 2016

PENULIS ADALAH PENGAMAT YANG BAIK DAN KREATOR IDE



Menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Dalam pengertian lain, menulis merupakan proses mengamati, berpikir, mencipta, berefleksi, dan kemudian menuliskannya. Jika kita memikirkan arti “penulis”, maka yang terbayang dalam pikiran kita adalah seseorang yang melakukan aktivitas menulis, seperti memenuhi halaman demi halaman dengan rangkaian kata, menyunting paragraf, dan mengoreksi kata dengan penuh kehati-hatian. Namun, sesungguhnya arti penulis lebih dari itu. Penulis juga melakukan proses menggabungkan proses kreatif ke dalam kehidupan dan memperkuat kesadaran akan dunia sekitar. 

Penulis yang baik tidak pernah mengabaikan apa pun yang ditemuinya. Penulis selalu jeli mengamati apa pun yang ditangkap oleh pancaindra dan perasaan. Dalam memperkaya tulisannya, penulis yang baik menggunakan semua pancaindra. Pengamatan visual hanyalah salah satunya. Dengan mengedepankan pengamatan melalui observasi lapangan, secara tak sadar seorang penulis akan bisa menangkap momen menarik. Penulis mendapatkan inspirasi menulisnya dari mana saja dan kapan saja. Yang terpenting adalah kepekaannya terhadap lingkungan di sekitar. Penulis beranggapan bahwa tidak ada benda yang biasa dan setiap benda punya cerita yang bisa menjadi modal tulisannya. Bahkan, penulis Dee Lestari mampu mengungkapkan rangkaian kalimat cerita hanya dari melihat kertas tisu dalam sekejap. Kejelian dan kepekaan membuat seorang penulis mampu menulis sesuatu dengan detail dan terhindar dari bias atau penyimpangan.

Penulis Jamaica Kincaid mengatakan bahwa ia selalu menulis dalam pikirannya, terutama pada saat ia sedang berkebun. Jadi, ketika ia memegang pena dan kertas, ia telah merevisi berulangkali naskah tulisannya di dalam pikiran (Caryn: 2003, 30). Apa yang dilakukan Jamaica Kincaid tak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Agus Noor dengan cerpen-cerpennya. Jauh sebelum cerpen itu ditulis, Agus Noor memiliki kebiasaan menceritakan ceritanya pada seseorang tanpa terlebih ia memberi tahu bahwa yang ia ceritakan hanyalah kisah fiksi dari cerpen yang hendak ia tulis. Akibatnya, banyak teman-teman Agus Noor terkecoh karena mengira apa yang mereka dengar adalah kisah nyata yang ditemui Agus Noor dalam hidupnya.

Kemampuan yang dimiliki penulis untuk mengungkapkan berbagai aspek kehidupan menjadikannya kritis terhadap segala kondisi. Dengan kemampuan mengkritisi kondisi tersebut, maka penulis mampu mengembangkan dan mengkreasikan berbagai ide untuk menghadapi kondisi tersebut. Para penulis kerap berargumen, bahwa tak ada satu pun kondisi yang sungguh-sungguh bisa dijadikan alasan agar tidak menulis. Karena menulis bisa dilakukan dalam dan dengan kondisi apa pun.

Penting bagi penulis untuk menyadari semua hal di sekitar. Membayangkan mata sebagai kamera bioskop, pertama-tama mengambil pemandangan besar, lalu memfokuskan pada orang, objek-objek, gerakan-gerakan dan percakapan-percakapan. Kemudian menguraikan cerita dengan kalimat-kalimat tentang fakta-fakta yang tertangkap oleh indera. Penulis yang baik selalu memperhatikan dengan saksama, menyimak baik-baik, dan merasakan semua hal yang terjadi di mana saja dan setiap waktu. Semakin banyak memperhatikan sekitar, apa yang dilihat, didengar, disentuh, dikecap, dicium, maka semakin banyak yang dapat diambil dari pengamatan itu untuk membuat tulisan terasa segar (Caryn, 2003: 33-34).

Menulis bagaikan bercocok tanam di kebun. Penulis tidak punya bekal apa-apa, kecuali benih-benih gagasan dan keteguhan hati untuk menumbuhkan sesuatu. Dengan memelihara apa yang berkembang, menyiangi yang tidak diperlukan, dan akhirnya jerih payah akan berbuah. Penulis harus mempercayai prosesnya. Pengalaman menamatkan sebuah karya adalah hadiah terbesar bagi penulis.



DAFTAR PUSTAKA
Mirriam-Goldberg, Caryn. 2003. Daripada Bete Nulis Aja!: Panduan Nulis Asyik di Mana Saja, Kapan Saja, Jadi Penulis Beken pun Bisa!. Bandung: Kaifa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar