Rabu, 09 November 2016

Bonari Nabonenar dalam Kongres Sastra Jawa IV



Bonari Nabonenar merupakan salah satu pembicara dalam Kongres Sastra Jawa IV di Universitas Negeri Semarang yang diselenggarakan pada 4-5 November 2016. Ia lahir di Trenggalek tahun 1964. Ia merupakan pengelola sastrajawa.co dan grup FB Sastra Jawa Gagrag Anyar, sekaligus sekertaris OPSJ (Organisasi Pengarang Sastra Jawa).

Seusai acara seminar sesi I pada hari kedua KSJ IV, Sabtu (5/11) pukul 12.15 WIB, Bonari berhasil diwawancarai. Berikut ini adalah wawancara dengan Bonari Nabonenar dalam Kongres Sastra Jawa IV di Kampung Budaya Unnes.

1.   " Bapak merupakan pengelola laman sastrajawa.co, bagaimana awalnya sehingga Bapak terpikirkan menggunakan media internet dalam menyebarluaskan bahasa Jawa?"
Pada awalnya merupakan rekomendasi Kongres Sastra Jawa untuk mengembangkan dan menyiarkan sastra Jawa secara lebih luas dan media yang paling efektif untuk memperluas persebarannya yaitu internet. Maka, dibuatlah website atau laman sastrajawa.co setelah KSJ ketiga di Bojonegoro. Sempat beberapa saat tidak aktif sampai mati tetapi menjelang KSJ ini ada tekad untuk untuk menjaga dan merawat laman itu.

2.   "Tadi saya sempat membuka sastrajawa.co, isinya adalah artikel-artikel. Apakah tidak terpikirkan untuk memuat karya lain seperti geguritan? Tadi Bapak juga mengajak untuk sama-sama menulis di laman tersebut, tapi bagaimana caranya?"
Caranya dengan menulis bahasa Jawa kemudian dikirim ke e-mail nabonenar@gmail.com atau kongres.jowo@gmail.com, yang mengelola adalah saya dan mas Dhoni (ketua panitia KSJ IV). Yang dimuat ada artikel, crito cerkak atau cerpen, geguritan atau puisi, mengirimkan foto pun bisa. Misalnya ada foto kegiatan penting atau acara-acara yang berbau sastra dan budaya Jawa kemudian diberi keterangan itu bisa kami muat di laman tersebut. 

3.   " Dalam pengelolaannya apa yang menjadi halangan atau kesulitan yang dihadapi?"
Karena itu bukan perkerjaan profesional, dalam arti tidak mendapat bayaran dan hanya dilakukan di waktu senggang, kemudian sosialisasinya selama ini kurang. Teman-teman sesama pengarang sastra Jawa pun belum menyadari pentingnya media itu. Sebagian dari mereka merasa bahwa ketika dia menulis, dimuat di media masa, kemudian dapat honor, ya sudah selesai. Selama ini memang kita belum memberikan kontribusi dalam bentuk honor, tapi kita bisa ikut membantu menyiarkan atau memberitakan, misalnya ada buku baru lalu kedepannya kita akan ada resensi-resensi buku dan membantu pembaca untuk memilih buku sastra Jawa.

4.  "Bagaimana apresiasi masyarakat dengan laman tersebut?"
Apresiasi masyarakat belum terlalu, karena masih belum popular dan unggahannya pun frekuensinya masih jarang. Tapi kita akan bangun terus. Suatu saat tidak tertutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan industri. Beberapa minggu lalu, Saya main ke Yogya ke butik atau semacamnya itu. Di sana menjual kaos dengan ungkapan Jawa, idiom-idiom Jawa seperti “eling tanggane, eling sedulure, eling omahe”, “mangkat slamet mulih slamet”. Itu idiom-idiom yang ditampilkan dan Yogya memang tempat budaya seperti itu. Dan kami akan ikut mempromosikan dan menjual.

5.   " Selain di media sosial, apa media lain yang digunakan? Media cetak misalnya?"
Kami tidak menggunakan media cetak, justru kita akan membantu media cetak untuk mempublikasikan terbitan mereka. 

6.   "Sejauh ini, karya sastra atau buku apa yang sudah bapak ciptakan?"
Dalam bentuk buku yang berbahasa Jawa, saya belum. Tapi yang berbahasa Indonesia saya sudah punya tiga buku, satu buku cerpen dan satu buku novelet.

7.    "Bagaimana proses kreatif Bapak dalam menciptakan karya sastra?"
Banyak hal, sebetulnya itu seperti kita bercerita dengan teman di suatu tempat, kita membaca situasi, kita melihat kejadian, kemudian menginspirasi kita untuk bercerita melalui sastra, tak berbeda dengan jurnalis yang melaporkan dengan hal-hal yang aktual dengan data-datanya dan dalam sastra kita menyampaikan ide. Jadi, pesannya yang disampaikan.

8.    "Jika dilihat, anak muda zaman sekarang senang menikmati pertujukan seperti ketopak, wayang, tetapi tidak mengetahui ceritanya. Bagaimana tanggapan bapak mengenai hal tersebut berkaitan dengan perkembangan sastra lisan yang lebih maju daripada sastra tulis?"
Penguasaan terhadap bahasa Jawa sekarang sudah di ambang titik terendah. Bahkan saya berpikir lebih banyak dengan bahasa Indonesia. Secara tidak sadar, kita berpikir menejerjemahkan menggunakan bahasa Indonesia dulu sebelum diucapkan menggunakan bahasa Jawa. Inilah yang membuat orang tidak lancar dalam menggunakan bahasa Jawa karena harus berpikir dulu. Itulah yang menjadikan kaum muda hanya mengapresiasi saja.
Kita dibentuk globalisasi yang memiliki mekanisme untuk membentuk selera kita. Contoh saja, Anda suka makan burger atau pizza. Itu bukan karena enak di lidah Anda tetapi mungkin karena gengsi dan merasa gaul kalau makan makanan itu.

9.   " Apa harapan bapak untuk generasi muda agar mengenal budayanya?"
Harus rajin-rajin berguru, menggali sendiri melalui wadah-wadah, misalnya bergabung dengan sanggar. Yang penting ada kesadaran untuk mengenali diri berikut sejarah kita, mbah-mbah dulu kita seperti apa, gaya hidup mereka, prinsip-prinsip pandangan hidup mereka seperti apa. Itu yang haru kita kenali. Jangan mendadak menjadi orang baru dengan semua asupan baru tanpa ada latar belakang. Itu yang disebut orang yang sudah terserap akar budayanya.

10.  "Bagaimana tanggapan Bapak mengenai pendapat “Menghidupi keluarga dengan kata-kata” yang disampaikan Pak Bandung sebagai pembicara tadi? Apakah seorang sastrawan harus mengabdikan seumur hidupnya untuk karya sastra?"
Itu namanya kredo atau semboyan. Itu bagus untuk menyemangati kita. Kita tidak harus seperti itu, tetapi kita bisa memiliki prinsip tersendiri yang pas atau cocok dengan kita untuk semangat kita. Kredo itu punya potensi atau kekuatan. Misalnya saja motivator itu menjadi penyemangat ketika kita pegang kata-katanya dan bahkan kata-katanya dapat menjadi pengingat. Seharusnya setiap orang memiliki kredo, tetapi tidak harus persis seperti itu. Jadi, disesuaikan dengan dirinya masing-masing.

Foto bersama Bonari Nabonenar seusai wawancara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar